Teman-teman jurusan Ilmu Perpustakaan
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sempat di buat sibuk dan di tuntut untuk menjadi
analisator dadakan untuk meganalisis acara Televisi (TV) yang di berikan oleh
dosen mata kuliah Informasi Dalam Konteks Sosial (IDKS) . bagaimana tidak,
temen-temen (termasuk saya) yang biasanya tidak suka menonton sebagian acara
televisi mau tidak mau harus menonton secara keseluruhan sajian acara televisi
di Indonesia, mulai dari sinetron, komedi, berita, talk show, reality show,
iklan, kartun dan infotaiment. Hal ini terkait tugas analisis acara TV untuk
menentukan mana acara yang baik dan yang tidak baik untuk di tonton masyarakat Indonesia.
Hal ini sungguh memberatkan, karena
mayoritas mahasiswa hanya terbiasa menonton sebagian saja dari seluruh
rangkaian acara televisi, semisal berita. Bagi mahasiswa menonton berita
mungkin merupakan suatu kewajiban, mengingat statusnya sebagai agen of change tentu mereka akan
senantiasa up to date terhadap
perkembangan-perkembangan politik dan kebangsaan. Tetapi bagaimana jika kita
harus menonton sinetron? Tentu hal ini akan menimbulkan semacam rasa alergi
bagi sebagian mahasiswa (termasuk saya). Karena sejak pertama kali menjadi
seorang mahasiswa, kita sudah diajari membaca buku dan berfikir kritis terhadap
persoalan-persoalan yang nyata. Hal ini tentu berbanding terbalik dengan apa
yang ada dalam sinetron, yang cenderung “lebay” dan mengada-ada saja.
Sastrawan ternama D.Zawawi Imron pernah
mengatakan bahwa menonton sinetron merupakan proses menuju pelemahan mental.
Ini bukanlah semata-mata hanya statement belaka mengingat hal-hal yang
disajikan dalam sinetron saat ini memang hampir tak ada yang bersifat edukatif
dan informatif. Ini tentu sedikit mempersulit kami untuk menentukan sinetron
mana yang baik dan layak di tonton oleh masyarakat. Berbeda halnya dengan
kartun misalnya, dalam konteks ini tugas kami untuk menentukan acara kartun
yang baik sedikit mudah. Karena selain ada sebagian kartun yang memang
mengangkat sejarah-sejarah lokal dan nasional, baik dalam konteks agama maupun
tokoh juga kebanyakan film kartun memang di buat untuk tujuan-tujuan yang
bersifat edukatif, karena objeknya adalah anak-anak.
Namun ada satu yang membuat kami senang
sekaligus kami anggap sebagai bentuk protes meskipun dalam ruang yang lebih
sempit (hanya sebatas tugas opini), yaitu menentukan dan menganalisis berita.
Bagi kami para mahasiswa, berita-berita seputar perkembangan dan situasi
nasional sangatlah penting bahkan bisa dibilang sebagai kebutuhan sehari-hari
layaknya makanan. Tapi sudah menjadi rahasia umum bahwa pemberitaan akhir-akhir
ini tidak lagi menjadi media informasi yang akurat bagi masyarakat, sudah
banyak stasiun televisi swasta yang cenderung bersifat politis dan subjektif
dalam menyampaikan berita. Dan lebih miris lagi ada sebagian stasiun televisi
yang memang dimiliki oleh tokoh-tokoh politik di negri ini sehingga kemudian di
jadikan semacam “tunggangan” politik untuk menaikkan citranya. Hal ini jelas
sangat di sanyangkan, mengingat seyogyanya media-media nasional menjadi
penengah dan pusat informasi yang akurat dan objektif bagi masyarakat sehingga
seluruh masyarakat indonesia bisa ikut berpartisipasi-aktif dalam mengkritisi
persoalan-persoalan kebangsaan.
Hal inilah yang kami rasakan ketika
harus dihadapkan dengan tugas analisis kali ini. Namun secara keseluruhan,
tugas ini memang menuntut sikap kritis dari mahasiswa khususnya para pustakawan
untuk benar-benar seksama dalam mengkonsumsi sajian acara-acara di televisi.
Karena kalau tidak, hal ini bisa berakibat buruk terhadap diri sendiri maupun
orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar