Search

Selasa, 10 Maret 2015

Mahasiswa vs Media Informasi



Teman-teman jurusan Ilmu Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sempat di buat sibuk dan di tuntut untuk menjadi analisator dadakan untuk meganalisis acara Televisi (TV) yang di berikan oleh dosen mata kuliah Informasi Dalam Konteks Sosial (IDKS) . bagaimana tidak, temen-temen (termasuk saya) yang biasanya tidak suka menonton sebagian acara televisi mau tidak mau harus menonton secara keseluruhan sajian acara televisi di Indonesia, mulai dari sinetron, komedi, berita, talk show, reality show, iklan, kartun dan infotaiment. Hal ini terkait tugas analisis acara TV untuk menentukan mana acara yang baik dan yang tidak baik untuk di tonton  masyarakat Indonesia.
Hal ini sungguh memberatkan, karena mayoritas mahasiswa hanya terbiasa menonton sebagian saja dari seluruh rangkaian acara televisi, semisal berita. Bagi mahasiswa menonton berita mungkin merupakan suatu kewajiban, mengingat statusnya sebagai agen of change tentu mereka akan senantiasa up to date terhadap perkembangan-perkembangan politik dan kebangsaan. Tetapi bagaimana jika kita harus menonton sinetron? Tentu hal ini akan menimbulkan semacam rasa alergi bagi sebagian mahasiswa (termasuk saya). Karena sejak pertama kali menjadi seorang mahasiswa, kita sudah diajari membaca buku dan berfikir kritis terhadap persoalan-persoalan yang nyata. Hal ini tentu berbanding terbalik dengan apa yang ada dalam sinetron, yang cenderung “lebay” dan mengada-ada saja.
Sastrawan ternama D.Zawawi Imron pernah mengatakan bahwa menonton sinetron merupakan proses menuju pelemahan mental. Ini bukanlah semata-mata hanya statement belaka mengingat hal-hal yang disajikan dalam sinetron saat ini memang hampir tak ada yang bersifat edukatif dan informatif. Ini tentu sedikit mempersulit kami untuk menentukan sinetron mana yang baik dan layak di tonton oleh masyarakat. Berbeda halnya dengan kartun misalnya, dalam konteks ini tugas kami untuk menentukan acara kartun yang baik sedikit mudah. Karena selain ada sebagian kartun yang memang mengangkat sejarah-sejarah lokal dan nasional, baik dalam konteks agama maupun tokoh juga kebanyakan film kartun memang di buat untuk tujuan-tujuan yang bersifat edukatif, karena objeknya adalah anak-anak.
Namun ada satu yang membuat kami senang sekaligus kami anggap sebagai bentuk protes meskipun dalam ruang yang lebih sempit (hanya sebatas tugas opini), yaitu menentukan dan menganalisis berita. Bagi kami para mahasiswa, berita-berita seputar perkembangan dan situasi nasional sangatlah penting bahkan bisa dibilang sebagai kebutuhan sehari-hari layaknya makanan. Tapi sudah menjadi rahasia umum bahwa pemberitaan akhir-akhir ini tidak lagi menjadi media informasi yang akurat bagi masyarakat, sudah banyak stasiun televisi swasta yang cenderung bersifat politis dan subjektif dalam menyampaikan berita. Dan lebih miris lagi ada sebagian stasiun televisi yang memang dimiliki oleh tokoh-tokoh politik di negri ini sehingga kemudian di jadikan semacam “tunggangan” politik untuk menaikkan citranya. Hal ini jelas sangat di sanyangkan, mengingat seyogyanya media-media nasional menjadi penengah dan pusat informasi yang akurat dan objektif bagi masyarakat sehingga seluruh masyarakat indonesia bisa ikut berpartisipasi-aktif dalam mengkritisi persoalan-persoalan kebangsaan.
Hal inilah yang kami rasakan ketika harus dihadapkan dengan tugas analisis kali ini. Namun secara keseluruhan, tugas ini memang menuntut sikap kritis dari mahasiswa khususnya para pustakawan untuk benar-benar seksama dalam mengkonsumsi sajian acara-acara di televisi. Karena kalau tidak, hal ini bisa berakibat buruk terhadap diri sendiri maupun orang lain.

Tidak ada komentar: